Penyesalan
dan Air Mata
Drama Tragedi Delapan Babak
Karya
Tara Astika
@2013
Penyesalan dan Air Mata
(Tragedi Delapan Babak)
Karya Tara Astika (1006102010049)
Pemain:
1.
Meisya
(17) sebagai anak
2.
Anton
(42) sebagai ayah Meisya
3.
Liana
(40) sebagai ibu Meisya
4.
Rizal
(19) sebagai pacar Meisya
5.
Pak
Ahmad (40) sebagai teman ayah Meisya
6.
Nindy
(17) sebagai teman Meisya
7.
Dokter
(38)
Babak 1
Tahun 2010, di pagi minggu yang cerah, burung-burung
bersiulan, terdengar pula suara pedagang sayur keliling yang sedang
mendagangkan dagangannya di sebuah kompleks perumahan. Saat itu jam menunjukkan
pukul 08.15 WIB, seorang gadis sulung remaja baru terbagun dari tidur lelapnya.
Terdengar suara lembut seorang wanita paruh baya memanggil si gadis dari ruang
sebelah kamarnya.
Ibu :
Meisya… Bangunlah nak, tolong bantu ibu membersihkan rumah.
Meisya : Hmm…
iya bu (dengan suara yang malas)
Ibu :
Ayo cepat bangun, anak gadis gak boleh bangun terlalu siang.
Dengan
malasnya si gadis tersebut bangun dan keluar dari kamarnya membersihkan diri.
Setelah itu, dia menghampiri ibunya.
Meisya : Ibu,
ayah kemana?
Ibu : Ayah pergi membeli koran. Tolong ibu bersihkan
halaman rumah ya nak, ibu mau masak dulu.
Meisya : Iya
bu
Tak
lama kemudian dari luar terdengar suara ayah memanggil ibu dan Meisya.
Ayah : Ibu… Meisya… (dengan penuh semangat).
Meisya : Ada apa
yah? Ibu sedang memasak di dapur.
Ayah : Lihat
ini nak (memperlihatkan sebuah pengumuman di koran).
Ibu : (datang menghampiri keduanya) ada apa sih yah?
Ayah : Ini bu
lihat, Meisya lulus tes di Unsyiah (tersenyum bangga).
Ibu : Alhamdulillah (menciumi kening Meisya). Ibu
memang sudah yakin anak ibu ini pasti bisa
lulus (mengelus kepala Meisya).
Meisya : (wajah
cemberut) tapi Mei maunya lulus di USU. Kalau Mei di Medan Mei gak sendirian
karena banyak famili kita di sana. Kalau di Banda Aceh Mei bakalan sendirian
tanpa ada kenalan siapapun, lagian Mei juga gak berminat jadi calon guru.
Ibu :
Siapa bilang Mei sendirian di sana? Nanti di sana Mei dapat teman-teman
baru, jadi gak usah khawatir ya. Kalau masalah jurusan itu gak masalah, toh
jadi guru itu bagus kok. ibu aja dulu pengennya jadi guru, karena gak rezeki
aja makanya sekarang ibu gak jadi guru.
Ayah : Iya
nak, nanti untuk beberapa hari ayah dan ibu nemenin Mei di sana kok. Lagi pula
dari dulu Meisya kan memang pengen liat kota Banda Aceh, nah sekarang Allah udah
ngabulin keinginan Mei.
Meisya : Iya
tapi bukan berarti Mei harus tinggal di sana jugalah yah. Mei maunya kan cuma
bisa jalan-jalan aja di Banda Aceh.
Ibu : Ya udah Mei jalani aja dulu satu atau dua semester
di Unsyiah, kalau emang Mei gak betah juga, ntar ayah urus kepindahan Mei ke
USU. Aduh… ibu jadi lupa ni lagi masak ikan (berlari kecil ke dapur).
Ayah : Mei
harusnya bersyukur bisa lulus di perguruan tinggi negeri karena gak sembarangan
orang bisa masuk di sana, apalagi Mei lulusnya murni dari hasil tes. Allah juga
pasti udah merencanakan sesuatu yang terbaik buat Meisya. Jadi, jalani aja dulu
ya nak (seraya tersenyum).
Meisya : Iya deh yah (cemberut).
Babak 2
Pukul 20.35 WIB, seperti biasa Meisya dan keluarga
sedang berkumpul bersama di ruang TV. Tiba-tiba terdengar suara lelaki
mengucapkan salam dari luar. Suara itu jelas tidak asing lagi bagi Meisya
karena suara itu adalah suara kekasihnya.
Rizal : Assalamualaikum
Meisya : Walaikumsalam, ayo masuk bang.
Rizal : Yang lain pada kemana? Kok keliatan sepi?
Meisya : Ada tuh di dalam, lagi pada ngumpul di ruang
keluarga.
Rizal : Ooh..
Mei udah makan? Oh iya gimana hasil tesnya, udah keluar?
Meisya : Mei
udah makan kok. Hasil tesnya udah keluar. Mei lulus, tapi lulusnya di Unsyiah
(cemberut).
Rizal : Wah,
baguslah kalau gitu. Selamat ya Mei. Abang bangga dengan Mei (tersenyum), tapi
kok malah jadi cemberur gitu, senyum dong. Abang tau Mei pasti kecewa karena gak
lulus di USU, tapi apa yang Mei hasilkan sekarang, pasti itu yang terbaik buat Mei.
Meisya : Iya
bang. Ayah juga bilang gitu tadi sama Mei.
Rizal : Hmm…sebenarnya
abang juga mau ngasi tau sesuatu sama Mei.
Meisya : Ngasi
tau apa?
Rizal : Dulu abang pernah bilangkan kalau kemungkinan
abang bisa dapat beasiswa prestasi dari sekolah buat melanjutkan kuliah tapi
melalui penyeleksian lagi. Nah hasil seleksinya itu udah keluar tadi siang.
Meisya : Terus gimana? Abang terseleksi?
Rizal : Iya
Mei. Abang dapat beasiswa kuliah di UNJ.
Meisya : Alhamdulillah,
Mei senang dengarnya, sekaligus sedih juga karena kita bakalan terpisah dan
pasti kita semakin jarang ketemu nanti.
Rizal : Iya, abang juga ngerasa gitu, tapi ini
kesempatan baik buat abang karena cuma melalui beasiswa inilah abang bisa
melanjutkan kuliah.
Meisya : Iya, Mei ngerti kok. Kesempatan ini emang gak
boleh abang sia-siakan karena ini berhubungan dengan masa depan abang.
Rizal : Iya
Mei, meskipun nantinya kita terpisah oleh jarak, tapi hati kita gak akan
terpisahkan kok. Abang akan tetap jaga hati abang untuk Meisya, begitu juga
dengan Meisya di sana ya? Kemungkinan kalau abang kuliah di sana abang cuma
bisa pulang setahun sekali. Mei bisa gak jalani hubungan yang seperti ini?
Meisya : Insya Allah bisa. Asalkan itu yang terbaik
buat kita berdua Mei akan jalani semua ini (tersenyum).
Rizal : (tersenyum sambil mengelus kepala Meisya) oya, abang gak bisa lama-lama ni karena ada urusan lagi sama temen. Abang pamit dulu ya. Sampaikan salam abang sama keluarga.
Meisya : Iya bang, hati-hati ya…
Babak 3
Tibalah hari keberangkatan Meisya ke Banda Aceh
bersama keluarga. Sesampainya di Banda Aceh Meisya sekeluarga langsung menuju
ke rumah salah satu teman ayahnya yang berprofesi sebagai dosen di Unsyiah.
Setibanya mereka di sana, mereka langsung disambut dengan hangat oleh keluarga
Pak Ahmad.
Ayah :
Assalamualaikum
Pak Ahmad :Walaikumsalam.
Ayo silakan masuk semuanya (tersenyum ramah dan saling bersalaman)
Istri Ahmad datang menghampiri mereka sambil
membawakan beberapa cangkir minuman dan beberapa kue.
Ayah :
Bagaimana kabarnya Mad, sehat?
Pak
Ahmad : Alhamdulillah
sehat bang. Oh iya, yang mana ni anak abang yang lulus di Unsyiah?
Ayah :
Ini Mad, yang perempuan (memegang
bahu Meisya). Meisya namanya.
Pak
Ahmad : Ooh
yang ini, lulus di fakultas apa?
Meisya : FKIP
om, jurusan bahasa Indonesia.
Pak
Ahmad : Oh
bagus itu, sekarang banyak dibutuhkan guru-guru bahasa Indonesia. Sudah daftar
ulang?
Meisya : Udah
om.
Ibu : Dia masih belum semangat ni kuliah di sini.
Pak
Ahmad : Loh,
kenapa? kok gak semangat?
Ibu : Mungkin karena dia khawatir gak bisa beradaptasi di sini karena
sebelumnya dia belum pernah ke Banda Aceh.
Pak
Ahmad :
Oh, gak masalah kalau itu, lama
kelamaan pasti bisa beradaptasi di sini, apalagi nanti kalau sudah banyak
teman. Di sini nanti Mei bisa lebih mandiri, nambah pengalaman, dan kalau perantau
itu biasanya pengetahuannya luas karena akan banyak menagalami berbagai
pengalaman yang berbeda dan akan berbaur dengan orang-orang yang juga berasal
dari luar daerah (tersenyum). Lagi pula di sini ada om dan tante, jadi gak
perlu khawatir ya.
Ayah :
Tu dengar, Mei gak sendiri di
sini, jadi gak usah takut.
Pak
Ahmad : Selama
Mei kuliah di sini, Mei tinggal aja sama om dan tante.
Meisya : Tapi
om, Mei rasa kalau Mei kost aja kayaknya lebih bagus. Boleh gak Mei ngekost di
sini om?
Pak
Ahmad : Kebetulan
om memang menyewakan kamar juga di sini, tapi apa gak lebih baik Mei tinggal
aja di sini, gak usah ngekost?
Ibu : Ya
semua keputusan, ibu serahkan ke Mei aja, Mei maunya gimana?
Meisya :
Kost aja ya bu’?
Ibu : Ya sudah kalau memang mau ngekost. Masih ada kamar kosong di sini
pak?
Pak
Ahmad : Oh
ada kok. Nanti om bersihkan dulu kamarnya ya.
Meisya :
Iya om, makasi ya om.
Pak
ahmad : Iya
sama-sama (tersenyum kecil). Istri saya udah menyiapkan makanan tu, ayo kita
makan dulu. Tidak usah sungkan-sungkan ya, anggap saja rumah sendiri.
Ayah : (tertawa
kecil) terima kasih ya Mad.
Babak 4
Beberapa hari kemudian ayah dan ibu bersiap-siap
untuk pulang. Mereka berpamitan pada keluarga Pak Ahmad.
Ayah :
Mad, aku titipkan anakku padamu
ya. Kalau Meisya nakal marahi saja dia (melirik ke arah Meisya).
Pak
Ahmad : Ah
iya, aku udah anggap dia seperti anakku sendiri kok, dan aku yakin dia bukan
anak nakal, ya gak Mei? (melirik Meisya sambil tersenyum).
Meisya : (tersenyum malu-malu)
Ibu : Baik-baik di sini ya nak, jaga kesehatan, belajar yang rajin dan
jangan lupa shalat lima waktunya ya nak.
Meisya : Iya
bu. Ayah dan ibu hati-hati di jalan ya.
Ibu : Iya sayang (tersenyum dan menciumi kening Meisya)
Ayah : Ya
sudah kalau begitu kami pamit dulu ya mad, terima kasih banyak atas bantuannya.
Ayah dan ibu pulang dulu ya nak (melihat ke arah Meisya).
Babak 5
Tiga tahun telah berlalu, Meisya semakin merasa
betah di Banda Aceh. Di setiap waktu senggang, ia menghabiskan waktunya bersama
teman-teman akrabnya. Berbelanja, bermain-main ke pantai, sesekali ia keluar di
malam hari bersama teman-teman. Tak terasa tahun pun telah berganti, mengawali
tahun 2013 Meisya hanya bisa bersenang-senang bersama teman-teman kostnya
karena saat itu perkuliahan belum diliburkan. Saat itu, Meisya dan temannya
Nindy sedang duduk di luar.
Meisya : Di
malam tahun baru gini jadi teringat ngumpul sama keluarga, jadi pengen pulang.
Nindy : Iya, aku juga pengen pulang tapi ya mau gimana
lagi, sebentar lagikan kita udah mau ujian. Sabar aja dulu. By the way, gimana hubunganmu dengan
Rizal, masih lancarkan?
Meisya : (tersipu
malu) masih dong. Liburan tahun lalu dia datang ke rumahku, bawain oleh-oleh
dari Jakarta untuk keluargaku, saat itu aku masih di Banda Aceh. Terus saat aku
pulang, malamnya dia langsung jumpai aku dan ngasi aku jam tangan (tersenyum
bahagia).
Nindy : Wah,
so sweet... langgeng ya kalian, aku jadi iri deh dengan kalian (tersenyum
menggoda).
Meisya : Iya,
Alhamdulillah sampai sekarang kami masih tetap bersama. Eh udah jam 21.45 nih,
masuk yuk.
Nindy : Yuk,
malam ini aku menginap di kamarmu ya (Meisya dan Nindy berjalan menuju ke
kamar).
Keesokan harinya, jarum jam menunjukkan pukul 08.17
WIB. Terdengar suara deringan handpone
Meisya. Meisya yang saat itu baru terbangun dari tidurnya melihat layar handpone-nya, di layar hp-nya itu tertera tulisan “My Honey
memanggil”. Dengan semangat ia terima telepon dari kekasihnya itu.
Meisya : Halo,
assalamualaikum (dengan suara yang masih terdengar parau)
Rizal : Walaikumsalam,
baru bangun ya Mei?
Meisya : Iya bang, maklum hari libur jadi bisa
bermalas-malasan, hehehe (tertawa kecil). Abang lagi ngapain? Udah sarapan?
Rizal : Lagi
nyantai aja ni, abang udah sarapan. Ada yang mau abang bicarakan sama Mei.
Meisya : Mau
bicara apa bang?
Rizal : Gini
Mei, ntah kenapa sekarang ini abang jadi ngerasa gak nyaman, konsentrasi abang
kuliah jadi terganggu setiap kali kita bertengkar. Akhir-akhir ini abang juga
ngerasa seakan abang baru mengenal Mei dua atau tiga hari. abang juga gak
ngerti dengan perasaan abang ini. Terkadang abang juga ngerasa jenuh dengan
sikap-sikap Mei.
Meisya : Jadi
intinya abang udah ngerasa bosan sama Mei dan abang mau kita udahan aja gitu?
Rizal : Abang
bukan merasa bosan sama Mei tapi abang bosan dengan sikap egois Mei dan untuk
saat ini abang mau fokus kuliah dulu sekaligus abang juga ingin merubah diri
abang jadi lebih baik lagi untuk ke depannya. Jadi lebih
baik untuk saat ini kita jalani hidup masing-masing aja, semoga ini yang
terbaik untuk kita.
Meisya : Kalau memang itu yang terbaik buat abang, Mei
terima. Hanya saja saat ini Mei merasa disia-siakan dan Mei gak nyangka abang
memperlakukan Mei seperti tebu yang habis manis sepah dibuang.
Rizal : Jangan pernah Mei merasa disia-siakan karena
abang gak bermaksud menyia-nyiakan Mei apalagi sampai membuang Mei. Abang cuma
butuh waktu untuk megintrospeksi diri agar abang bisa menjadi lebih baik lagi.
Terima kasih atas segala kebaikan yang telah Mei berikan pada abang selama
empat tahun ini dan maaf karena abang telah mengecewakan Mei.
Meisya : Iya, Mei memang sangat kecewa. Ternyata memang
benar apa yang Mei pikirkan selama ini bahwa cinta abang kepada Mei gak sebesar
cinta Mei pada abang. Dulu abang pernah bilang kalau abang gak kan pernah bosan
sama Mei, tapi nyatanya kata-kata bosan itu sekarang langsung keluar dari mulut
abang. Baik kalau itu yang abang mau, kita akhiri sampai di sini. Terima kasih
karena abang telah memberikan kebahagiaan, kesedihan, dan bahkan kesakitan pada
Mei. Semoga abang bahagia. Assalamualaikum (memutuskan telepon dan menangis).
Tak
lama kemudian Nindy yang baru selesai masak di dapur datang menghampiri Meisya.
Nindy : Kamu menangis Mei?
Meisya : Eh kamu Nindy, ngagetin aja aku kira siapa,
gak kok aku gak nangis (mencoba menutupi kesedihan).
Nindy : Udah
jujur aja, kamu nangis kan? Keliatan tu mata kamu sembam kayak habis nangis.
Kamu lagi ada masalah ya? Cerita dong.
Meisya : Tadi
Rizal nelpon aku nin dan dia minta putus (air mata mulai mengalir).
Nindy : Serius
kamu Mei? Kok tiba-tiba dia minta putus? Ada masalah apa emangnya?
Meisya : Dia
bilang dia udah bosan sama aku. Kalau aja alasannya dia cuma mau fokus kuliah,
aku bisa mengerti tapi karena ada kata-kata ‘bosan’ itu hati aku jadi terasa
sakit. Sampai saat ini aku masih sangat mencintai dia. Dia cinta pertamaku nin,
tapi dia pula yang membuat hati aku hancur (menangis).
Nindy : Ya
ampun Mei, kok tega banget sih si Rizal, yang sabar ya Mei, semua ini pasti ada
hikmahnya. Kamu pasti bisa dapetin yang lebih baik dari dia, udah jangan nagis
lagi dong, aku jadi ikutin sedih ni (memeluk Meisya).
Babak 6
Tiga
bulan setelah Meisya putus dengan Rizal, kehidupan Meisya semakin tidak
terarah. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain dan bermalas-malasan
hingga semakin lama indeks prestasinya pun semakin menurun. Kini ia telah
beranjak ke semester 7, karena indeks prestasinya di semester 6 merosot, orang
tuanya semakin memotivasi Meisya agar bisa kembali bersemangat kuliah dan cepat
menyelesaikan studinya.
(suara
deringan handpone di kamar, Meisya
yang saat itu sedang asyik menonton menerima telepon dari ibunya).
Meisya : Halo,
assalamualaikum
Ibu : Walaikumsalam,
lagi ngapain nak? Udah makan?
Meisya : Udah
bu. Mei lagi nonton aja nih. Ibu dan ayah sehatkan?
Ibu : Alhamdulillah
sehat nak. Ibu dengar dari ayah kemarin IP Mei turun ya?
Meisya : Iya
bu. Mei udah gak semangat kuliah lagi bu.
Ibu : Loh
kok jadi gak semangat gitu? Gak boleh gitulah nak, sekarang Mei kan udah semester
7, gak lama lagi kuliah Mei udah hampir selesai, seharusnya Mei semakin
semnagatlah. Apa yang membuat Mei jadi gak semangat nak?
Meisya : Gak
taulah bu. Akhir-akhir ini Mei jadi keseringan malas.
Ibu : Hmm…
kalau Seandainya ayah dan ibu kasih Mei hadiah Mei bisa semangat lagi gak?
Meisya : Hadiah
apa bu? (dengan penuh semangat)
Ibu : Tu
kan, kalau ada hadiah aja, langsung semangat anak ibu (tertawa kecil). Ayah dan
ibu bakalan ngasi apa aja yang Mei mau asalkan Mei selesai kuliah dengan IPK di
atas 3,50, gimana?
Meisya : Beneran
nih ibu akan kasih apa aja yang Mei mau setelah Mei lulus?
Ibu : Iya
nak. Makanya Mei harus rajin-rajin belajarlah dan harus tetap semangat.
Meisya : Ok
bu, sekarang aja Mei udah mulai semangat kuliah lagi nih (tertawa kecil). Bu,
temen-temen Mei di kampus ada yang bawa mobil sport loh bu, keren mobilnya,
tapi maklum sih mereka orang-orang kaya, andai aja Mei bisa punya motor sendiri
Mei pasti udah merasa senang.
Ibu : Mei
gak boleh iri sama orang lain, kalau kita diberikan rezeki lebih sama Allah,
kita juga bisa seperti mereka. Eh Mei udah salat belum ni? Kalau belum salat
dulu gih.
Meisya : Iya
bu, Mei salat dulu ya. Assalamualaikum
Ibu : Walaikumsalam.
Babak 7
Empat tahun kemudian, tepatnya pada bulan Mei 2014,
untuk pertama kalinya setelah empat tahun duduk di bangku perkuliahan Meisya
akhirnya mengenakan baju toga. Saat Meisya berdiri di atas podium dengan baju
toganya itu ibunya merasa terharu. Ketika Meisya menghampiri kedua orang
tuanya, ibunya langsung memeluknya.
Ibu : Selamat
ya nak, sekarang anak ibu udah sarjana, ibu bangga sama Mei (tersenyum
bahagia).
Ayah : Iya, ayah juga bangga sama Mei. Anak ayah bisa
lulus dengan nilai terbaik (menciumi kening Meisya).
Meisya : (tersenyum)
Mei juga gak nyangka kalo sekarang Mei udah sarjana. Senang banget rasanya,
Ayah : (memberikan
sebuah kado pada Meisya) ini janji ayah dan ibu dulu, hadiah untuk Mei (sambil
tersenyum).
Meisya : Apa
ini yah? (sambil tersenyum bahagia) Mei buka ya (ekspresi penasaran).
Ayah dan ibu :
(tersenyum)
Setelah dibuka, terlihat sebuah jaket berwarna hitam
dengan bordiran nama Meisya di bagian bawah kanan jaket tersebut, dengan
ekspresi kecewa Meisya mengembalikan hadiah tersebut pada ayahnya.
Ayah : Kenapa
nak? Mei gak suka hadiahnya?
Meisya : Kalau
jaket kayak gitu Mei udah banyak yah, kasih ke adik ajalah jaketnya tu.
Ayah : Coba
Mei lihat dulu jaketnya, ini… (sambil meraba-raba jaket)
Meisya : (langsung
memotong pembicaraan ayahnya) kalau ayah dan ibu cuma ngasih Mei jaket kayak
gitu sama juga kayak ayah ibu gak ngasih apa-apa buat Mei. Lagipula Mei gak
suka jaket model kayak gitu.
Nindy
dan teman-teman lainnya : Meisya.. ayo
cepat kemari, kita foto-foto.
Meisya : Udah
ya yah, Mei udah dipanggil sama teman-teman tuh, jaketnya tu kasih aja ke adik
(langsung pergi meninggalkan orang tuanya).
Ayah : Tapi
Mei lihat dulu ini masih ada yang lain (sambil menjerit).
Meisya : Ayah
dan ibu pulang aja sana, istirahat (dengan nada kesal dan sambil berlari ke
arah teman-temannya).
Ibu : Ya
sudahlah yah, nanti saja kita bilang kalau kita ada hadiah lainnya lagi buat
dia.
Ayah : (ekspresi
kecewa) iya bu.
Babak 8
Sesampainya ayah dan ibu di rumah Pak Ahmad, ayah
mendapat kabar dari kampung melalui telepon bahwa kakek Meisya (ayah dari ibu Meisya)
sakit keras dan sekarang berada di UGD. Mendengar kabar tersebut ayah langsung
menghubungi Meisya.
Ayah : Halo,
assalamualaikum
Meisya : Walaikumsalam,
ada apa lagi sih yah? Mei lagi bersama teman-teman ni (bernada kesal).
Ayah : Mei,
kakek sakit dan sekarang berada di rumah sakit, Mei mau ikut ayah pulang nak?
Meisya : Mmm…ayah
dan ibu pulang duluan aja deh, ntar Mei nyusul, Mei belum bisa pulang sekarang
karena masih ada yang harus Mei urus. Oh iya, jaket yang tadi itu ayah bawa
pulang aja sekalian, semakin kecewa Mei kalau liat jaket itu lagi. Udah dulu ya
yah, assalamualaikum.
Ayah : Halo…halo…
Ibu : Kenapa
yah? Mei gak mau pulang ya?
Ayah : Ntahlah
bu, ayah gak habis pikir, kenapa dia jadi seperti itu.
Ibu : Ya
sudahlah yah, mungkin dia masih kesal dengan kita. Ayo yah kita pulang
sekarang.
Ayah : Iya
bu. Mad, kami pamit pulang, tolong sampaikan salam kami pada Meisya dan tolong
jaga Meisya baik-baik ya.
Pak Ahmad : Iya bang, aku udah menganggap Meisya
seperti anakku sendiri kok, aku pasti akan menjaga dia sebaik-baiknya.
Ayah :
Terima kasih ya mad, aku pamit pulang
dulu.
Pak
Ahmad : Iya
bang, hati-hati di jalan ya
Ayah
dan Ibu langsung beranjak pergi meninggalkan Banda Aceh.
Beberapa jam setelah kepergian orang tua Meisya, Pak
Ahmad mendapat telepon dari rumah sakit di Bireuen bahwa orang tua Meisya
mengalami kecelakaan, mobil yang ditumpangi orang tuanya bertabrakan dengan
sebuah bus. Dengan segera Pak Ahmad menghubungi Meisya yang masih berada di
luar.
Pak
Ahmad :
Halo, Meisya
Meisya :
Iya halo, ada apa pak?
Pak
Ahmad : Mei,
baru saja bapak mendapat kabar bahwa orang tuamu kecelakaan dan sekarang berada
di rumah sakit di Bireuen.
Meisya : (lemas)
Apa? Bapak serius? Coba Bapak pastikan lagi, mungkin itu bukan ayah dan ibu
(mulai khawatir).
Pak
Ahmad : Makanya
untuk itu kita harus pastikan langsung ke sana. Kamu dimana sekarang biar bapak
jemput?
Meisya : Di
kafe Skep pak (mulai menangis).
Setelah Pak Ahmad menjemput Meisya, mereka langsung
berangkat menuju Bireuen. Sesampainya mereka di sana mereka segera menuju ke
ruang UGD dan bertemu dengan dokter di ruang tersebut.
Pak
Ahmad :
Dok, bagaimana kondisi korban
yang bernama Anton dan Liana? Kondisinya tidak parah kan dok?
Dokter : Maaf,
apakah bapak keluarganya? (sambil memegang sebuah kotak).
Pak
Ahmad : Iya
dok, dan ini anaknya.
Dokter : Maaf,
kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi memang keadaan korban sangat parah,
kami tidak bisa menyelamatkannya.
Meisya : Dok,
aku mohon selamatkan orang tuaku (menangis).
Dokter : Kami
sudah berusaha, tapi Allah berkehendak lain. Oh iya, seseorang menemukan sebuah
kotak di tempat kejadian, apakah ini punya korban?
Pak
Ahmad : Innalillahi wainnailaihi rajiun,
yang sabar ya nak (sambil memegang bahu Meisya)
Meisya : Ayah…
ibu… (menangis meraung-raung)
Pak Ahmad mengambil kotak yang sudah tak berbentuk
dan sedikit robek. Dalam kotak tersebut terlihat sebuah jaket dan ketika pak
Ahmad mengeluarkan jaket tersebut dari kotak terjatuh sebuah kunci motor dan
beberapa surat yang salah satunya berupa STNK atas nama Meisya. Pak Ahmad langsung
memberikan benda itu pada Meisya yang sedang terduduk menangis.
Pak Ahmad : Mei,
ini punya kamu ya?
Meisya : (sambil
menagis melihat isi kotak tersebut, dan setelah melihatnya tangisan pun semakin
kuat) ayah… ibu… jangan pergi ninggalin Meisya sendiri, maafkan Meisya ayah
ibu… Mei udah jahat sama ayah sama ibu, jangan hukum Mei seperti ini, Ibu…
(menangis meraung-raung sambil memeluk jaket pemberian ayahnya dan tak lama
kemudian Meisya pun pingsan).
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar