Kalimat Analitis, Kontradiktif, dan Sintetis
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah
Di
dalam masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam berbagai konteks dengan
berbagai macam makna. Ada orang yang berbicara tentang “bahasa warna”, tentang
“bahasa bunga”, “bahasa diplomasi”, dll. Linguistik adalah ilmu yang khusus
mempelajari ‘bahasa’, yang dimaksudkan dengan bahasa adalah sistem tanda bunyi
yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat
tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
Sebagai
ilmu kajian bahasa, linguistik memiliki berbagai cabang ilmu, antara lain:
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi merupakan
cabang linguistik yang mengkaji seluk-beluk bunyi bahasa. Morfologi merupakan
cabang linguistik yang mengkaji seluk-beluk morfem dan penggabungannya.
Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mengkaji penggabungan satuan-satuan
lingual berupa kata yang dapat membentuk satuan kebahasaan lebih besar,
seperti: frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semantik merupakan cabang
linguistik yang mengkaji makna satuan-satuan lingual, baik makna leksikal
maupun gramatikal. Sedangkan pragmatik merupakan cabang linguistik yang
mengkaji struktur bahasa secara eksternal, yakni penggunaan satuan kebahasaan
dalam komunikasi. Pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks
luar bahasa yang memberikan sumbangan pada makna ujaran (Aslinda dan Leni,
2007: 12). Di dalam pragmatik, terbagi lagi beberapa jenis kalimat atau tuturan
dan di dalam makalah ini akan dijelaskan tiga jenis kalimat yaitu kalimat
analitis, kontradiktif, dan sintetis.
1.2
Rumusan masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan kalimat analitis, kontradiktif,
dan sintetis?
2.
Apa perbedaan
antara analitis dan sintetis?
3.
bagaimana
contoh-contoh kalimat analitis, kontradiktif, dan sintetis?
BAB 2
Pembahasan
1.1
Kalimat Analitis
Menurut Dewa (1989: 41), Kalimat analitis adalah
kalimat yang kebenarannya terletak pada kata-kata yang menyusunnya. Hubungan
antara konsep-konsep dalam kalimat analitis saling menutupi. Contoh “bujang
adalah status orang yang tidak kawin” atau “kucing adalah binatang” adalah
kalimat analitis (Parera, 2004: 191). Sementara itu menurut kamus Bahasa
Indonesia (Budiono, 2005: 42), analitis berarti bersifat (menurut) yang
sebenarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kalimat pernyataan yang
bersifat analitis ialah kalimat yang di dalamnya terkandung kebenaran
yang dan berlaku dimana-mana. Berarti kalimat itu mengandung kebenaran
unsur-unsur pembentuknya.
Kalimat (1), (2), (3) berikut adalah kalimat yang
mengandung kebenaran analitis (analytical
truth).
1.
Sepeda motor
adalah alat transportasi.
2.
Buaya adalah
binatang berkaki empat.
3.
Rumah adalah
tempat tinggal.
(Informasi indeksal: kalimat tersebut merupakan
suatu definitif yang menyatakan kebenaran makna kata yang menyusun kalimat
tersebut)
Kalimat (1), (2), dan (3) benar bukan karena
kenyataannya memang demikian, tetapi karena di dalam bahasa Indonesia kata
sepeda, buaya, dan rumah secara berturut-turut bermakna “alat transportasi”,
“sebangsa binatang berkaki empat”, dan “tempat tinggal”. Kebenaran kalimat (1),
(2), dan (3) tidak perlu diverifikasi secara empiris dengan pengetahuan yang
bersifat ekstralingualistik. Oleh karenanya kebenaran ketiga kalimat terseebut
dinamakan kebenaran linguistik (linguistic
truth).
Perbedaan kalimat analitik dan kalimat pragmatik
Ada perbedaan antara
kalimat analitik dan pragmatik, yaitu kalimat analitik kebenarannya ditentukan
oleh kalimat yang menyusunnya, sedangkan kalimat pragmatik adalah kalimat yang
dipengaruhi kebenarannya oleh aspek di luar bahasa.
Contoh
kalimat:
1.
Kasur adalah
tempat untuk tidur (kalimat analitik)
2. Gelas adalah alat untuk minum (kalimat analitik)
Contoh teks percakapan
dalam bentuk kalimat pragmatik
3.
A : kayaknya
udara panas, ya!
B : kenapa?
A : ayo ke
warung sebelah, beli es.
B : wah,
pekerjaanku belum selesai. Duluan saja.
1.2
Kalimat Kontradiktif
Kata di atas berasal dari bahasa inggris “contradict” yang berarti menyangkal atau
membantah. Kata ini diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kontradiksi
sebagai kata benda atau noun yang berarti pertentangan antara dua hal yang
sangat berlawanan. Kata “contradict”
sendiri mempunyai bentuk adjektiva dalam bahas inggris, yakni “contradictive” yang diserap utuh ke
bahasa Indonesia menjadi “kontradiktif”. Dalam ilmu
linguistik, kontradiksi adalah hal tidak benarnya makna suatu unsur dalam
keadaan apapun (Harimurti, 2001: 121)
Kalimat
kontradiktif adalah kalimat yang kebenarannya bertentangan dengan makna
kata-kata yang menyusunnya (Dewa, 1989: 42). Sedangkan menurut Habiba (2012), Kalimat kontradiktif adalah
kalimat yang salah karena maknanya bertentangan dengan kata-kata yang
digunakan.
Contoh:
·
Mata adalah
indra pendengar.
·
Ayam binatang
mamalia.
·
Boing adalah
alat angkutan darat.
Informasi
indeksal: susunan kalimat tersebut di atas merupakan kalimat definitif yang
menyatakan ketidakbenaran makna kata yang menyusunnya.
Ketidakbenaran
kalimat kontradiktif disebut ketidakbenaran linguistik (linguistic falsities) karena ketidakbenarannya didasarkan pada
kenyataan bahasa bersangkutan, bukan kenyataan yang terdapat di luar bahasa.
1.3
Kalimat Sintetis
Kalimat
Sintesis Adalah kalimat yang kebenarannya didasarkan pada hasil observasi
dan pengamatan. Menurut Dewa (1989: 42), kalimat sintetis adalah kalimat
yang kebenarannya bergantung pada fakta-fakta luar bahasa.
Contoh
Kalimat Sintetis
a. Semua
orang kikir harus dikasihani.
b. Semua
orang jawa pintar.
c. Makhluk
Tuhan pasti beriman.
d. Teman
dekat saya memelihara kucing anggora.
Untuk
menentukan kalimat analitis dan sintesis harus mendefinisikan dahulu kata kunci
dari sebuah kalimat.
Kalimat
sintetis terbagi menjadi dua yaitu:
1.
Sintetis positif,
apabila kalimat yang menyusunnya sesuai dengan fakta.
2.
Sintetis negatif.
apabila kalimat yang disebut tidak sesuai dengan fakta yang menyusunnya.
Contoh:
·
Taman Sari
terletak di Darussalam. (sintetis negatif)
·
Chairil Anwar
adalah sastrawan angkatan ’45. (sintetis positif)
Informasi indeksal: pada kalimat
pertama, faktanya tidak sesuai dengan kenyataan, maka dari itu disebut sintetis
negatif. Sedangkan kalimat ke dua, sesuai dengan fakta yang menyusunnya, maka
dari itu disebut sintetis positif.
Perbedaan kalimat Analitis dan Sintetis
Kalimat pernyataan yang bersifat
analitis ialah kalimat yang di dalamnya terkandung kebenaran yang dan
berlaku dimana-mana. Berarti kalimat itu mengandung kebenaran unsur-unsur
pembentuknya. Sedangkan kalimat sintetis adalah kalimat yang kebenarannya
didasarkan pada hasil observasi dan pengamatan. Contoh “semua orang bujang
senang” merupakan kalimat sintetis karena pernyataan dalam kalimat itu tidak
mengandung kebenaran yang bersifat umum. Kebenaran pernyataan tersebut hanya
berlaku di dunia tertentu dan waktu tertentu berdasarkan hasil pengamatan dan
observasi. Perhatikan kalimat di bawah ini.
1.
Semua orang
yang kikir adalah orang yang pelit.
2.
Semua orang
yang kikir adalah orang kaya.
3.
Semua orang
kikir patut dikasihani.
Untuk dapat menentukan dan menjawab
mana di antara tiga kalimat di atas bersifat analitis dan sintetis, maka yang
harus di tentukan terlebih dahulu ialah definisi kikir. Apakah
pengertian kikir meliputi pelit, kaya, patut dikasihani.Semua orang akan
menerima bahwa kalimat (1) adalah kalimat analitis dan kalimat (2) dan (3) adalah
kalimat sintesis.
Dapat
di katakan sebuah proposisi yang berupa kalimat berita bersifat analitis jika
kebenarannya ditentukan oleh dan hanya oleh bentuknya yang logis dan makna dari
unsur-unsur komponennya. Sebuah proposisi itu bersifat analitis jika kebenarannya
berlaku di seluruh dunia atau di berbagai dunia. Sebuah proposisi yang sintetis
dapat benar dan salah karena kebenaran dan kesalahannya ditentukan oleh fakta
yang terjadi secara kebetulan dan tidak dapat ditentukan hanya oleh analitisnya
yang logis. Di dalam penulisan ilmiah perlu diperhatikan pernyataan yang
bersifat analitis dan pernyataan yang bersifat sintetis.
BAB 3
Analisis
Analisis
kalimat analitis, kontradiktif, dan sintetis dalam wacana
Kakek dan Nenek yang Suka Menolong
Pada suatu hari di
sebuah desa ada sebuah gubuk kecil yang ditempati oleh seorang kakek dan nenek
yang miskin, meskipun begitu mereka sangat suka menolong.
Pada siang harinya nenek berkata kepada kakek,
Pada siang harinya nenek berkata kepada kakek,
"Kek, hari ini kita hanya bisa
makan semangkuk bubur dan air putih."
"Yah, apa boleh buat inilah rezeki
kita," sahut kakek.
Dan saat mau memakan bubur tersebut ada
suara ketukan pintu, dan setelah dibuka ternyata ada seorang peminta sedekah,
kakek pun kasihan melihatnya lalu diberikannyalah semangkuk bubur tadi dan pada
saat itu kakek dan nenek hanya bisa meminum air putih.
Pada keesokan harinya,
kakek dan nenek pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dengan uang tabungan
kakek dan nenek, kemudian kakek dan nenek melihat seorang gadis yang sedang
dimaki-maki oleh seorang penjual sayur karena telah memberantakkan dagangannya.
Lalu kakek mendekat dan memisahkan keduanya dan juga mengganti dagangan si penjual
sayur dengan uang yang tadinya ingin dibelikan kebutuhan, gadis itu berterima
kasih dan pergi.
Pada hari esok saat
kakek ingin membakar kayu bakar, ada suara ketukan pintu, dan saat dibuka itu
adalah gadis yang mereka tolong kemarin dan bersama seorang pria yang sudah
menjadi suaminya. Ternyata suaminya itu adalah seorang pangeran di desa itu,
dan sejak saat itu kakek dan nenek diangkat menjadi orang tua angkat, dan saat
itu nenek dan kakek tidak hidup miskin lagi dan lebih suka menolong.
·
Pada suatu hari, di sebuah desa ada
sebuah gubuk kecil yang ditempati oleh seorang kakek dan nenek yang miskin.
ð Termasuk
kalimat sintetis, karena kalimat tersebut bergantung pada fakta-fakta di luar
bahasa (sesuai dengan keadaan yang terjadi).
·
Meskipun begitu mereka sangat suka
menolong.
ð Termasuk
dalam kalimat sintesis, karena kalimat tersebut bergantung pada fakta-fakta
luar bahasa.
·
Pada siang harinya nenek berkata kepada
kakek, “Kek , hari ini kita hanya bisa makan semangkuk bubur dan air
putih."
ð Termasuk
kalimat sintetis, karena penyusunan kalimat tersebut didasarkan atas
fakta-fakta yang terjadi.
·
Kita hanya bisa makan semangkuk bubur
dan air putih.
ð Termasuk
kalimat analitis, sebab dalam bahasa Indonesia bubur dan air putih adalah jenis
makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi manusia.
·
"Yah , apa boleh buat inilah rezeki
kita, " sahut kakek.
ð Temasuk
dalam kalimat sintesis, karena kalimat tersebut didasarkan pada keadaan atau
fakta-fakta yang sebenarnya (di luar bahasa).
·
Dan saat mau memakan bubur tersebut ada
suara ketukan pintu, dan setelah dibuka ternyata ada seorang peminta sedekah.
ð Termasuk
kalimat sintetis, sebab kalimat tersebut sesuai dengan keadaan atau situasi
saat itu.
·
Kakek pun kasihan melihatnya lalu
diberikannyalah semangkuk bubur tadi dan pada saat itu kakek dan nenek hanya
bisa meminum air putih.
ð Termasuk
kalimat sintetis, karena kalimat tersebut bergantung pada fakta-fakta yang
terjadi (di luar bahasa).
·
Pada keesokan harinya, kakek dan nenek
pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dengan uang tabungan kakek dan nenek.
Kalimat tersebut terdiri kalimat
sintetis dan analitis, yaitu pada kalimat:
o
Pada keesokan harinya, kakek dan nenek
pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan.
ð Termasuk
kalimat sintetis karena kebenaran pada kalimat di atas bergantung pada
fakta-fakta yang terjadi (di luar bahasa).
o
Membeli kebutuhan dengan uang tabungan.
ð Termasuk
kalimat analitis karena, dalam bahasa Indonesia uang mempunyai makna ‘alat
pembayaran’.
·
Kakek dan nenek melihat seorang gadis
yang sedang dimaki-maki oleh seorang penjual sayur karena telah memberantakkan
dagangannya.
ð Termasuk
kalimat sintetis, karena kalimat tersebut disusun berdasarkan fakta-fakta yang
ada di luar bahasa.
·
Kakek mendekat dan memisahkan keduanya
dan juga mengganti dagangan si penjual sayur dengan uang yang tadinya ingin
dibelikan kebutuhan, gadis itu berterima kasih dan pergi.
ð Termasuk
kalimat sintetis karena kalimat tersebut sesuai dengan keadaan yang terjadi di
tempat itu.
·
Pada hari esok saat kakek ingin membakar
kayu bakar, ada suara ketukan pintu, dan saat dibuka itu adalah gadis yang
mereka tolong kemarin dan bersama seorang pria yang sudah menjadi suaminya.
ð Termasuk
kalimat sintetis karena kalimat tersebut disusun berdasarkan kejadian yang
terjadi di tempat itu.
·
Ternyata suaminya itu adalah seorang
pangeran di desa itu, dan sejak saat itu kakek dan nenek diangkat menjadi orang
tua angkat, dan saat itu nenek dan kakek tidak hidup miskin lagi dan lebih suka
menolong.
ð Termasuk
kalimat sintetis karena kalimat tersebut disusun berdasarkan fakta-fakta yang
ada di luar bahasa.
BAB 4
Penutup
4.2
Kesimpulan
·
Kalimat analitis adalah kalimat yang kebenarannya terletak pada kata-kata
yang digunakan. Contoh: Pensil adalah alat
tulis; Rumah adalah tempat tinggal.
·
Kalimat kontradiktif adalah kalimat yang salah karena maknanya
bertentangan dengan kata-kata yang digunakan. Contoh:
Ayam binatang mamalia. Boing adalah alat angkutan darat.
·
Kalimat sintesis adalah kalimat yang kebenarannya tergantung pada
fakta-fakta luar bahasa. Contoh: Tetangga saya
memelihara burung kakatua.
·
Ada perbedaan
antara kalimat analitik dan pragmatik, yaitu kalimat analitik kebenarannya
ditentukan oleh kalimat yang menyusunnya, sedangkan kalimat pragmatik adalah
kalimat yang dipengaruhi kebenarannya oleh aspek di luar bahasa.
4.1 Saran
Kalimat tutur/ ujaran merupakan hal yang sangat
penting bagi kita karena dengan perantaraan kalimat tersebut seseorang dapat
mengungkapkan maksudnya dengan lengkap dan jelas baik itu lewat tulisan
maupun lisan. Kami berharap agar pembaca tidak hanya menekankan pemahaman dan
penggunaan kalimat dari segi teoritis (tentang tata bahasa) saja namun
juga dari segi komunikatif/ujaran (keterampilan berbahasa), serta memahami
makna dari setiap ujaran yang keluar baik ujaran yang berdasarkan konteks,
maupun yang berdasarkan ilmu linguistik.
Daftar Pustaka
Aslinda dan
Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik.
Bandung: PT Refika Aditama
Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya:
Karya Agung
Kridalaksana,
Harimurti. 2001. Kamus Linguistik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Parera, 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga
Putu Wijaya. 1989. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI
0 komentar:
Posting Komentar