Rabu, 04 Juni 2014

Case Study (Mei '14)



Kebimbangan Menerpa Pengetahuan
 
Kini masa PPL telah berjalan empat bulan. Hari-hari saya selama melaksanakan program praktik ini dipenuhi dengan segala pengetahuan baru. Sebagian pengetahuan itu saya dapatkan melalui kesalahan-kesalahan yang tanpa sadar saya lakukan baik dalam kegiatan teaching maupun non-teaching. Di bulan ke-4 PPL ini tepatnya pada bulan Mei, saya kembali melakukan kesalahan. Namun, kali ini bukan dalam mengajar, tetapi dalam kegiatan tidak mengajar, yaitu di saat saya menyiapkan bahan untuk evaluasi hasil di semester genap ini. Dari kesalahan yang saya perbuat terkadang saya merasa bingung dan ragu apakah yang saya lakukan itu suatu kesalahan atau bukan, karena fenomena yang saya jumpai selama PPL tidak jarang berbeda dengan teori-teori yang saya pelajari di kuliah. Istilah lainnya implementasi di lapangan tidak selalu sesuai dengan teori yang ada dan terkadang pengetahuan yang saya dapatkan dari dosen, berbeda dengan apa yang diajarkan oleh pamong saya. Contohnya saja pada kesalahan yang saya lakukan ketika membuat soal ujian semester ini. Ada kesalahan yang memang saya paham dan yakin bahwa ini adalah murni kesalahan saya, tetapi di lain sisi juga ada sebuah kesalahan yang memang divonis langsung oleh pamong pada saya, tetapi saya tidak yakin apakah hal tersebut memang salah. Berikut ini ilustrasinya.
Tepatnya tanggal 22 Mei 2014 mendatang, para siswa kelas VII dan VIII akan mengikuti ujian akhir atau ujian kenaikan kelas. Di saat ini pula saya mulai sibuk menyiapkan bahan untuk dites pada para siswa guna mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap meteri yang selama ini saya ajarkan, sekaligus sebagai syarat untuk kenaikan kelas. Soal sudah saya siapkan tiga minggu sebelum diadakannya ujian tersebut. Soal-soal itu saya buat dengan berbekal pengetahuan yang saya dapatkan dari bangku kuliah. Tidak hanya dari segi materi, tetapi dari mulai menyusun soal hingga menentukan alternatif jawaban disertai dengan jawaban pengecoh (karena soal berupa pilihan ganda) saya buat berdasarkan pemahaman dan pengetahuan saya. Perkiraan saya terhadap soal yang saya buat itu sudah benar dan sesuai karena saat soal-soal itu saya serahkan pada pamong, beliau tidak berkomentar setelah melihat soal yang saya buat. Namun, ternyata praduga saya salah. Saat beberapa dari soal-soal tersebut dites pada siswa sebagai ulangan harian, pamong saya berkata  bahwa terdapat beberapa soal yang tidak semestinya diajukan untuk anak sekolah, yaitu soal-soal yang terdapat kata “yang bukan”. Misalnya, “berikut ini yang bukan ciri-ciri cerpen adalah”, beliau berkata seharusnya ketika membuat soal untuk diuji pada anak-anak gunakan pertanyaan yang ‘sebenarnya’. Ada sekitar enam dari lima puluh soal yang menggunakan kata “yang bukan” dan “kecuali”. Saya menyadari mungkin memang terlalu banyak pertanyaan yang menjebak dari soal yang saya buat dan itu merupakan suatu kesalahan. Namun, saya masih ragu dengan apa yang dikatakan pamong saya bahwa soal-soal yang terdapat kata “yang bukan” dan “kecuali” itu tidak boleh diberikan pada siswa. Pada kenyataannya sering saya jumpai pertanyaan-pertanyaan yang menggunakan kata-kata tersebut di buku-buku bahan ajar, tetapi sebaliknya pamong saya langsung mengatakan “tidak boleh diberikan untuk anak sekolah”. Mungkin untuk yang satu ini perlu saya cari tahu kembali dengan bertanya ke sumber lain atau memperbanyak membaca buku-buku yang berkaitan dengan penyusunan soal atau mengenai evaluasi dalam pembelajaran. Namun meskipun demikian, saya tetap bersyukur karena dengan adanya kebingungan ini saya dapat lebih termotivasi dalam mencari tahu segala hal yang membuat saya bimbang dan dengan diberikan tugas oleh pamong untuk membuat soal sebanyak lima puluh soal, pengetahuan dan keterampilan menulis saya semakin terasah. Selain itu juga terbesit rasa senang di hati karena dengan dilimpahkannya tugas menyusun soal berarti pamong saya telah menyerahkan kepercayaannya pada saya sebagai calon guru.

0 komentar: