Belajar
dari Kesalahan
Tak
terasa sebulan sudah saya menjalani kegiatan mengajar di SMP Negeri 17 Banda
Aceh, terutama di kelas VII. SMP Negeri 17 sudah mulai menerapkan kurikulum
baru, yaitu kurikulum 2013 dan tentunya penerapan itu dilakukan di kelas VII.
Kurikulum 2013 tidak lagi menggunakan standar kompetensi, tetapi menggunakan
kompetensi inti.
Kompetensi
inti mencakup religius (KI1), sosial (KI2), pengetahuan (KI3), dan keterampilan
(KI4). Seluruh kompetensi inti tersebut harus diimplementasikan dalam
pengajaran. Namun, dalam realitanya saya masih sering mengabaikan sebagian
kompetensi tersebut. Dalam proses pembelajaran, KI1 yaitu religius sering saya
abaikan, padahal KI pertamalah yang harus diutamakan dalam pembelajaran guna
pengarahan moral dan pembentukan sikap dan akhlak para siswa. Saya menyadari
bahwa sistem saya mengajar tidak jauh berbeda seperti sistem pengajaran KTSP.
Saya masih belum terbiasa dengan pembelajaran kurikulum 2013, mengingat saat
saya mengikuti mata kuliah pengajaran masih menggunakan KTSP karena belum
adanya kurikulum baru. Hanya saat menjalani micro
teaching, kami mulai memahami kurikulum baru ini. Mungkin karena hal
tersebut saya masih kaku dalam menerapkan kurikulum 2013. Namun, saya akan
terus membiasakan untuk menerapkan kurikulum baru tersebut, sebab kita bisa
melakukan sesuatu karena telah terbiasa, seperti peribahasa yang mengatakan
‘alah bisa karena biasa’.
Tidak
hanya dalam penerapan kurikulum 2013, tetapi dalam mengajar saya masih belum
sepenuhnya mengikuti jalur rencana pembelajaran yang sudah saya buat. Memang,
RPP itu hanyalah sebuah rencana. Dalam penerapannya belum tentu kita bisa
mengikuti seluruh perencanaan, semua disesuaikan dengan situasi dan kondisi
saat pembelajaran berlangsung. Namun, pada langkah awal seperti pemberian
motivasi dan apersepsi dan langkah akhir seperti refleksi, pemberian tugas, dan
menyimpulkan pembelajaran, mesti dilakukan dalam mengajar, tetapi saat saya
mengajar, di akhir pembelajaran saya tidak memberikan kesimpulan karena
penyakit lupa ini selalu hinggap di pikiran. Hal tersebut merupakan kesalahan
dari sebagian kesalahan yang telah saya lakukan selama mengajar.
Selain
mengajar, tugas seorang guru juga melakukan evaluasi sebagai penilaian akhir
kemampuan siswa selama mengikuti pembelajaran. Dalam evaluasi penilaian
dilakukan sesuai dengan prosedur, yaitu ketika menilai jawaban ujian siswa,
terlebih dahulu harus menentukan skor di setiap pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Saat ujian tengah semester, saya ditugaskan oleh guru pamong untuk
membuat soal-soal yang akan diujikan pada siswa. Kesalahan saya adalah sebelum
dan sesudah soal-soal itu dibuat, saya tidak menentukan skor di tiap
pertanyaan. Bahkan saat memeriksa dan menilai jawaban para siswa pun saya lakukan
tanpa menggunakan skor yang pasti dan jelas. Penilaian yang saya berikan hanya
sebatas ‘kira-kira’ tanpa ditentukan oleh skor yang harusnya sudah saya
tentukan ketika membuat soal tersebut, sehingga ada sebagian siswa yang
menganggap saya tidak adil dalam memberi nilai sebab nilai siswa tersebut lebih
rendah daripada temannya yang jumlah benar dan salahnya sama seperti siswa itu.
Sejak saat itu, setiap saya menilai tugas para siswa, terlebih dahulu saya
tentukan skor di setiap pertanyaan dalam tugas tersebut agar penilaian lebih
terarah dan tidak ada lagi siswa yang memvonis saya sebagai seorang guru yang
tidak adil. Namun meskipun demikian, tidak ada rasa benci dan marah di hati
saya ketika siswa mengkritik saya, karena melalui merekalah saya bisa belajar
menjadi guru yang sepatutnya.
0 komentar:
Posting Komentar