Rabu, 04 Juni 2014

Case Study (Maret '14)




Belajar dari Kesalahan

Tak terasa sebulan sudah saya menjalani kegiatan mengajar di SMP Negeri 17 Banda Aceh, terutama di kelas VII. SMP Negeri 17 sudah mulai menerapkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013 dan tentunya penerapan itu dilakukan di kelas VII. Kurikulum 2013 tidak lagi menggunakan standar kompetensi, tetapi menggunakan kompetensi inti.
Kompetensi inti mencakup religius (KI1), sosial (KI2), pengetahuan (KI3), dan keterampilan (KI4). Seluruh kompetensi inti tersebut harus diimplementasikan dalam pengajaran. Namun, dalam realitanya saya masih sering mengabaikan sebagian kompetensi tersebut. Dalam proses pembelajaran, KI1 yaitu religius sering saya abaikan, padahal KI pertamalah yang harus diutamakan dalam pembelajaran guna pengarahan moral dan pembentukan sikap dan akhlak para siswa. Saya menyadari bahwa sistem saya mengajar tidak jauh berbeda seperti sistem pengajaran KTSP. Saya masih belum terbiasa dengan pembelajaran kurikulum 2013, mengingat saat saya mengikuti mata kuliah pengajaran masih menggunakan KTSP karena belum adanya kurikulum baru. Hanya saat menjalani micro teaching, kami mulai memahami kurikulum baru ini. Mungkin karena hal tersebut saya masih kaku dalam menerapkan kurikulum 2013. Namun, saya akan terus membiasakan untuk menerapkan kurikulum baru tersebut, sebab kita bisa melakukan sesuatu karena telah terbiasa, seperti peribahasa yang mengatakan ‘alah bisa karena biasa’.
Tidak hanya dalam penerapan kurikulum 2013, tetapi dalam mengajar saya masih belum sepenuhnya mengikuti jalur rencana pembelajaran yang sudah saya buat. Memang, RPP itu hanyalah sebuah rencana. Dalam penerapannya belum tentu kita bisa mengikuti seluruh perencanaan, semua disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat pembelajaran berlangsung. Namun, pada langkah awal seperti pemberian motivasi dan apersepsi dan langkah akhir seperti refleksi, pemberian tugas, dan menyimpulkan pembelajaran, mesti dilakukan dalam mengajar, tetapi saat saya mengajar, di akhir pembelajaran saya tidak memberikan kesimpulan karena penyakit lupa ini selalu hinggap di pikiran. Hal tersebut merupakan kesalahan dari sebagian kesalahan yang telah saya lakukan selama mengajar.
Selain mengajar, tugas seorang guru juga melakukan evaluasi sebagai penilaian akhir kemampuan siswa selama mengikuti pembelajaran. Dalam evaluasi penilaian dilakukan sesuai dengan prosedur, yaitu ketika menilai jawaban ujian siswa, terlebih dahulu harus menentukan skor di setiap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Saat ujian tengah semester, saya ditugaskan oleh guru pamong untuk membuat soal-soal yang akan diujikan pada siswa. Kesalahan saya adalah sebelum dan sesudah soal-soal itu dibuat, saya tidak menentukan skor di tiap pertanyaan. Bahkan saat memeriksa dan menilai jawaban para siswa pun saya lakukan tanpa menggunakan skor yang pasti dan jelas. Penilaian yang saya berikan hanya sebatas ‘kira-kira’ tanpa ditentukan oleh skor yang harusnya sudah saya tentukan ketika membuat soal tersebut, sehingga ada sebagian siswa yang menganggap saya tidak adil dalam memberi nilai sebab nilai siswa tersebut lebih rendah daripada temannya yang jumlah benar dan salahnya sama seperti siswa itu. Sejak saat itu, setiap saya menilai tugas para siswa, terlebih dahulu saya tentukan skor di setiap pertanyaan dalam tugas tersebut agar penilaian lebih terarah dan tidak ada lagi siswa yang memvonis saya sebagai seorang guru yang tidak adil. Namun meskipun demikian, tidak ada rasa benci dan marah di hati saya ketika siswa mengkritik saya, karena melalui merekalah saya bisa belajar menjadi guru yang sepatutnya.

0 komentar: