Rabu, 04 Juni 2014

Case Study (April '14)



Warna-Warni Karakter Siswa
 
Semakin lama saya menjalani kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 17 Banda Aceh, semakin banyak pula pengalaman dan kenangan yang tak terlupakan. Salah satu pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan selama PPL adalah dari warna-warni tingkah laku dan kehidupan para siswa. Setelah beberapa bulan saya mengajar di sekolah tersebut, tingkah laku dan kehidupan setiap siswa semakin terlihat jelas. Masing-masing dari tiap siswa memiliki kisah hidup yang khas. Karakter mereka yang tampak di sekolah tak lain dan tak bukan terbentuk karena pendidikan dan perhatian dari keluarga sebagai pendidikan informal. Memang benar, keluargalah yang pertama membentuk kepribadian anak. Baik buruknya karakter anak karena hasil ‘cetakan’ dari keluarganya. Hal tersebut telah saya jumpai selama menjadi mahasiswa praktikan di SMPN 17.  
Saya mengajar di empat kelas dan keempat kelas itu adalah kelas , , , dan . Saat saya masih mengajar di bulan pertama, belum terlihat jelas perbedaan di setiap kelas tersebut. Namun, ketika sudah memasuki bulan kedua semakin terlihat perbedaan dari keempat kelas itu jika dilihat secara keseluruhan. Pertama, ketika saya masuk di kelas , sebagian besar para siswa di kelas itu susah untuk diatur. Mereka tidak hanya ribut di kelas tetapi juga mengganggu temannya, sontak temannya pun ikut merespon gangguan dari temannya itu dan ketika diberi pertanyaan mereka hanya menjawab secara asal-asalan. Saya sudah mencoba membimbing mereka, tetapi mereka terbimbing hanya beberapa saat dan kemudian kembali melakukan kesalahan, bahkan guru pamong saya pun mengakui bahwa kelas itu adalah kelas yang sangat sulit diatur. Kedua, saat saya mengajar di kelas , kelas ini tampak berbeda dari kelas , saya sebut kelas ini adalah kelas yang ‘sunyi’. Di kelas ini sebagian besar siswa hanya duduk pasif. Hanya satu atau dua orang yang aktif dalam pembelajaran dan siswa yang aktif pun hanya itu-itu saja. Hal yang positif dari kelas ini adalah di saat saya menjelaskan materi, mereka membisu tanpa suara bak orang yang budiman. Namun, sisi negatifnya adalah ketika saya memberi kesempatan untuk bertanya atau mengajukan pertanyaan, tak ada yang mau menjawab. Ketika saya paksa mereka untuk menjawab, baru ada satu siswa yang mau membuka mulut untuk menjawab. Terkadang saya bingung bagaimana cara memancing mereka untuk bisa aktif dalam pembelajaran sebab berbagai cara sudah saya lakukan tetapi tetap tidak ada hasil. Ketiga, kelas , nah, kelas ini tidak berbeda jauh dengan kelas . Bedanya jika di kelas  sebagian besar siswa tidak bisa merespon pertanyaan dan tanggapan dengan baik, tetapi setengah siswa di kelas  ini aktif dalam pembelajaran. Kelas ini terkenal sebagai kelas paling ribut. Baik di saat menyimak pembelajaran maupun saat mengerjakan tugas, tak henti-hentinya mereka mengeluarkan suara. Namun, meskipun demikian banyak di antara mereka yang aktif selama pembelajaran berlangsung. Keempat, kelas , kelas ini adalah kelas yang paling saya suka. Para siswa di kelas  tidak hanya patuh, tetapi juga cepat dan giat serta aktif dalam pembelajaran. Hanya sebagian kecil saja yang pasif. Namun, hal negatifnya adalah ketika ada siswa yang merasa terganggu dengan temannya, mereka bisa saja saling memukul meski ada guru di depan mereka. Bahkan saat saya baru beberapa hari mengajar di kelas itu, saya sudah melihat tontonan kekerasan antarmereka dan hingga sekarang saya sudah menyaksikan dua kali ‘adegan’ kekerasan di kelas tersebut. Ketika saya lerai pun mereka bahkan tetap berperilaku emosioanal.
Berbeda kelas, berbeda suasana dan perasaan. Itulah yang saya rasakan selama menjadi guru PPL. Selain kelas yang memiliki keunikan tersendiri juga terdapat siswa-siswa yang unik. Bahkan kisah hidup mereka ada yang menyentuh hati dan membuat saya bisa mengerti dengan kelakuan-kelakuan mereka di sekolah. Ada siswa yang keluarganya broken home, ayahnya entah dimana begitu juga dengan ibunya. Dia hanya diasuh oleh neneknya. Ada pula siswa yang diperlakukan tidak layak oleh ayah tirinya. Ia dilarang pulang ke rumah hanya karena terlambat mengantarkan kue dagangan orang tuanya. Lalu ada juga seorang siswa yang ternyata selama ini tidak dirawat oleh ibu kandungnya. Ia dibesarkan tanpa ayah dan ibu kandung sebab ayah kandungnya sendiri yang memberikan dia kepada orang lain yang kini menjadi ibu angkatnya dan masih banyak lagi perjalanan kehidupan siswa-siswa lainnya yang menggugah hati. Karena hal-hal tersebutlah sekarang saya lebih mengerti mengapa mereka berkelakuan buruk di sekolah, mengapa mereka terkadang bersikap manja, dan mengapa mereka membuat kesenangan sendiri di sekolah. Mereka mencoba menyembunyikan perasaan sedih mereka dengan tawa dan senyuman. Semua itu mereka lakukan karena mereka menginginkan perhatian, kasih sayang, dan mereka mencoba menghibur diri sendiri saat bersama teman-temannya berharap mendapatkan kepuasan hati meski hanya di lingkungan sekolah.

0 komentar: